'Bagaimana menerima kaum lain sebagai kawan dalam perjuangan menegakkan keadilan?'
Karya ini juga memuat surat Nelson Mandela, seorang tokoh yang kental melawan apartheid, tentang kunjungannya ke Makam Syaikh Madura.
Karya ini ingin melanggar tuntutan - tuntutan kebenaran exclusive satu agama dan menawarkan kunci - kunci hermeneutika bagi Islam yang inclusive. Berangkat dari latar belakang pengalaman umat Islam di Afrika Selatan pada masa regime apartheid, Farid Esack merefleksikan beberapa concept Islam yang boleh dijadikan argument untuk menerima kaum lain sebagai kawan dalam perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan.
Hukum apartheid yang diberlakukan pada 1952 memposisikan Esack dan keluarganya semakin terjerembab dalam lumpur kemiskinan, penindasan dan keterkongkongan keberagamaan. Akta Wilayah Kelompok (Groups Areas Act) membuatkan seluruh warga kulit warna hitam diperlakukan secara diskriminasi oleh regime yang menjadi kuasa hegemony pada waktu itu.
Esack memperlihatkan bagaimana penafsiran traditional Islam kadang digunakan untuk mendokong regime yang tidak adil. Rintisan theology pembebasan Islam yang lahir dari konteks yang dihadapi kaum Muslim Afrika Selatan ini bukan hanya memberi perspective baru tentang hubungan antara agama, tetapi juga meletakkan dasar bagi sikap yang lebih kritis terhadap penganut agama yang sama.
Ulasan
Catat Ulasan