Langkau ke kandungan utama

KITAB AL - FITHRAH (MUTHAHHARI): PENJELASAN PENDAPAT2 SARJANA BARAT TENTANG TEORI2 KEMUNCULAN AGAMA



Kata Muthahhari, Ludwig Feuerbach (1804 - 1872) melihat agama sebagai sejenis alienasi. Feuerbach adalah orang pertama yang melakukan study sistematik dan analitis yang mendalam mengenai lahirnya agama Kristian dan agama - agama lain pada umumnya.

Feuerbach meyakini bahawa dengan semakin maju dan berkembangnya pengetahuan manusia dan dengan kembalinya manusia pada dirinya, dengan sendirinya persoalan agama akan terangkat dan agama pun menjadi runtuh. Sosiolog atheis ini berpendapat bahawa manusia mempunyai dua eksistensi. Pertama, eksistensi luhur yang mencintai kebaikan, mencari kebaikan dan berbuat kebaikan. Kedua, eksistensi yang rendah dan dangkal.

Feuerbach meyakini bahawa pada awalnya dan di lingkungan komuniti - komuniti manusia primitif, kecenderungan tersebut sangat kuat dan kemudian sedikit demi sedikit menurun seiring dengan perjalanan sejarah. Untuk mendukung teorinya tersebut, Feuerbach mengemukakan dalil seperti yang dikemukakannya dalam hubungannya dengan agama Kristian. Ia mengatakan bahawa pada fase ini kita melihat bahawa manusia telah sampai pada satu tahap yang di situ ia menjadikan Tuhan sebagai semata - mana manusia yang mengenakan pakaian ketuhanan dan dimiripkan dengan - Nya.

Kemudian Feuerbach mengingatkan fase selanjutnya, dengan mengatakan bahawa selanjutnya "Tuhan" tersebut akan menanggalkan pakaian ketuhanannya. Setelah Feuerbach, tampil sarjana - sarjana lain satu demi satu mengemukakan kepercayaan - kepercayaan yang lebih sistematik, di luar filsafat sejarah, serta menaruh perhatian yang lebih besar terhadap angka - angka dan statistik.

ALIENASI (keterasingan) Feuerbach sangat terkenal dengan pemikiran materialisnya yang menganalisis agama, dan pendapatnya yang mengatakan bahawa agama muncul kerana keterasingan manusia dari dirinya. Di sini sudah selayaknya jika kami (Mutahhari) memaparkan sedikit tentang pengertian keterasingan.

Masalah alienasi dalam filsafat Eropah untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Hegel. Pengertian filsafatnya adalah terbentuknya unsur - unsur yang selanjutnya membuat manusia teralienasi dari dan bersama dirinya. 



Anda boleh bertanya, 'Mengapa Manusia Mengalami Alienasi DARI dan BERSAMA Dirinya? Apakah itu mungkin? Keterasingan, sebagaimana halnya keakraban yang menjadi lawannya, mengharuskan adanya dua pihak, sedangkan secara lahiriahnya manusia pada dasarnya hanya memiliki satu pihak. Jadi bagaimana mungkin dia / seseorang itu mampu dikatakan teralienasi dari dirinya? Ini bererti bahawa manusia mencampurkan antara dirinya dengan selain dirinya. Maknanya, manusia mempunyai "dirinya" yang hakiki, lalu ia melakukan kesalahan persepsi dengan mengakui sesuatu yang "bukan dirinya", dalam erti bahawa ia telah menjadikan sesuatu yang "bukan dirinya" itu sebagai "dirinya" yang hakiki.


MAN 'AROFA NAFSAH 'AROFA ROBBAH


Al - Qur'an, kata Mutahhari tidak memisahkan antara mengetahui diri sendiri dengan mengetahui Tuhan. Korelasi antara pencarian diri dan pencarian Tuhan, tidaklah dipisahkan. 

Kerana, seseorang itu tidak mungkin menemukan Allah, kecuali setelah menemukan dirinya sendiri; dan ia pun tidak akan dapat menemukan dirinya sendiri melainkan setelah menemukan Tuhan.

Dengan demikian, persoalan 'keterasingan' ini bukanlah masalah baru bagi kaum Muslim dan bagi ilmu - ilmu kesilaman. Bahkan ia diawali oleh al - Qur'an dan telah berjalan semenjak lebih dari seribu tahun yang lalu, dalam suatu perjalanan yang khas. Sedangkan di Eropah, masalah ini baru diangkat oleh Hegel. Sesudah itu dibicarakan oleh berbagai aliran filsafat. Sayangnya, mereka tidak pernah menjelaskan tentang 'diri' yang mereka bicarakan itu. Hal itu disebabkan pertanyaan pertama yang dilontarkan oleh permasalahan keterasingan adalah: Apa 'diri' itu?

Jadi, sepanjang Anda mengatakan, "Manusia telah terasing dari dirinya", atau "Ia merasa asing dari dirinya". maka Anda harus terlebih dahulu memberitahu kepada kami (Muthahhari) tentang apa yang dimaksud dengan "diri" manusia itu. Dengan begitu, kita dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan "keterasingan" itu sendiri.

Tanpa terlebih dahulu melakukan kajian seputar "diri" manusia, dan tanpa memahami konsep tentang "diri" seperti itu, mereka terus berbicara tentang "keterasingan". Bahkan para filsuf materialis menolak eksistensi "diri" dengan mengatakan bahawa persoalan tentang "diri" adalah persoalan yang bersifat anggapan. Adalah menghairankan apabila di satu sisi filsafat kaum materialis dibangun di atas anggappan tentang tidak adanya "diri" apapun, dan di sisi lain mereka menjalin / bercerita tentang sebuah filsafat "keterasingan diri". 

TEORI - TEORI KEMUNCULAN AGAMA YANG LAIN

Menurut Mutahhari, dalam Manusia dan Agama, muncul berbagai hipotesis atau teori yang berbeza seputar kelahiran agama secara umumnya. Antara lain, teori yang mengatakan bahawa agama adalah produk ketidaktahuan manusia. Teori lain mengatakan bahawa agama muncul dari kelemahan dan ketidakberdayaan manusia. Teori seterusnya mengatakan bahawa agama merupakan produk kemerosotan sosial. Sedangkan yang lain meyakini bahawa agama lahir dari terbentuknya kelas - kelas dalam masyarakat. Ada teori mengatakan bahawa agama terbentuk melalui proses pendidikan dan pengajaran dalam sebuah komuniti. 


1. Agama adalah produk dari kebodohan / ketidaktahuan manusia
Agama menurut teori ini lahir kerana ketidakfahaman manusia terhadap hukum alam dan sains yang belum berkembang, lalu dinisbahkanlah peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam raya ini dengan hal-hal yang metafisik (seperti kehendak Tuhan). Konsekuensi (akibat) dari teori ini adalah bahawa dengan makin pintarnya seseorang, maka makin jauhlah ia dari agama. Orang yang mau beragama menurut teori ini hanyalah orang bodoh yang kurang pekerjaan sahaja.

2. Agama adalah produk dari rasa takut manusia / kelemahan dan ketidak berdayaan manusia
Manusia kerana kondisi alam yang ganas seperti banjir, badai taufan, ataupun gunung meletus dsb timbul rasa takutnya sehingga akhirnya merasakan perlu adanya sosok (dzat) yang mampu melindungi dan menjaga mereka (Tuhan). Hal ini boleh juga muncul karena ketakutan terhadap adanya hari pembalasan dan siksa neraka. Jadi, menurut mereka (kaum materialis) jika manusia tidak mempercayai adanya siksa neraka dan sudah tidak merasa ketakutan lagi, maka agama tidaklah diperlukan.

3. Agama adalah produk dari keinginan orang untuk mendapatkan keadilan dan keteraturan
Menurut teori ini, manusia menyaksikan kezaliman dan ketidakadilan terjadi. Lalu manusia menciptakan agama sebagai sistem untuk mengatur kehidupannya agar tercipta keteraturan dan keadilan. Jadi, konsekuensinya adalah bila manusia sudah mampu menciptakan undang-undang yang mengatur kehidupan manusia misalnya dalam suatu tatanan negara, maka hukum agama sudah tidak diperlukan lagi. Tuhan sudah tidak harus ditaati lagi. Pada prinsipnya hukum agama banyak yang sama dengan hukum yang diciptakan oleh manusia, jadi buat apa lagi perlu bertuhan, kalau manusia sendiri saja mampu membuat hukum ?

4. Agama sebagai produk penguasa
Hipotesis ini diungkapkan kaum Marxist karena melihat bahwa kelas penindas (penguasa) ingin mempertahankan statusnya sehingga agama hanyalah dijadikan alat propaganda penguasa saja. Para ulama/pendeta dan penganjur agama dsb hanya merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah yang korup (penindas). Menurut mereka, kaum tertindas (rakyat) harus keluar dari jerat doktrin agama dan melakukan perlawanan terhadap penguasa. Rakyat tidak usah takut terhadap penguasa tetapi harus melawan (termasuk juga doktrin agama) agar boleh hidup sejahtera. Agama hanya candu saja.


5. Agama adalah produk dari orang-orang lemah
Menurut teori ini (berlawanan dengan teori ke empat) bahwa orang-orang yang tertindas baik secara ekonomi, maupun seksual dsb, menciptakan agama agar mampu menampung aspirasi mereka. Orang yang lemah menganjurkan melalui agama adanya norma seperti kedermawanan, kesabaran, kerendahhatian, kasih sayang dsb agar orang-orang kuat (kaya) mahu peduli terhadap mereka. Jadi kalau tidak ada lagi orang yang lemah (miskin), pada akhirnya agama sudah tidak diperlukan lagi.


Mengulas teori yang mengatakan bahawa agama adalah produk ketidaktahuan manusia, iaitu ketika manusia zaman dahulu berhadapan dengan fenomena - fenomena alam. Ia melihat api yang membakar, halilintar yang menyambar, guruh yang menggelegar dan lain - lain. Lalu kerana ketidakberdayaannya, ia memerlukan senjata yang dapat digunakan untuk menghadapi ancaman alam, dan kerana itu pulalah ia mencari sebab - sebab dari fenomena alam tersebut. Pemikir yang menganut teori ini kata Muthahhari adalah TaylorHerbert Spencer, di samping Russel yang juga menyinggung masalah ketidaktahuan manusia ini. 

Ketika manusia tidak dapat menemukan sebab - sebab yang ada di balik fenomena alam tersebut dan tidak berhasil pula menemukan sebab - sebabnya yang hakiki - seperti mengenai halilintar yang menyambar di langit dan menyebabkan terjadinya kebakaran di bumi, maka ia menganggapnya bahawa fenomena alam tersebut mempunya jiwa (roh). Selanjutnya, ia menjadikan roh tersebut sebagai Tuhan. Auguste Comte, misalnya termasuk penganut teori ini.

Tentang fase - fase sejarah yang dilalui manusia, Auguste Comte mengatakan bahawa ketika ilmu pengetahuan semakin maju dan pengetahuan manusia tentang sebab - sebab yang ada di balik fenomena - fenomena alam tersebut semakin berkembang, maka jumlah "tuhan - tuhan" mereka semakin berkurang. Ertinya, ketika fenomena alam yang tidak diketahui sebab - sebabnya masih banyak, maka manusia menciptakan - dalam fikirannya - "tuhan - tuhan" yang dianggapnya sebai penyebab terjadinya fenomena alam tersebut. Kemudian pengetahuan semakin meningkat dan itu memungkinkan mereka menghubungkan sebahagian fenomena alam tersebut dengan sebab - sebabnya yang hakiki, lalu membuat generalisasi antara berbagai fenomena yang ia lihat mirip satu sama lain. 



Akhirnya sedikit demi sedikit berkuranglah jumlah "tuhan" mereka, sehingga akhirnya mereka sampai pada Tuhan yang satu. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan mereka, boleh jadi Tuhan yang satu (Esa) itu pun akhirnya mereka singkirkan.

Comte melihat pada sebab - sebab berbagai peristiwa itu sendiri. Kerana pendapatnya, manusia zaman dahulu belum mengetahui sebab - sebab hakiki yang ada di balik peristiwa - peristiwa alam tersebut, maka mereka mengaitkan peristiwa - peristiwa tersebut kepada makhluk - makhluk ghaib seperti dewa - dewa dan sejenisnya. Mereka mengharapkan turunnya hujan. Namun kerana mereka belum mengetahui sebab - sebab turunnya hujan, maka mereka pun menciptakan tuhan (dewa) hujan. Ketika terjadi angin puting beliung, mereka belum tahu sebab - sebabnya. Kerana itu mereka menisbahkan angin puting beliung tersebut kepada tuhan (dewa) angin. Demikian pula yang terjadi pada kes seterusnya dan seterusnya.

Sementara itu, Spencer dan kawan - kawannya menganalisisnya dengan cara lain. Mereka mengatakan bahawa sejak awal manusia telah memiliki keyakinan tentang dualisme dirinya, iaitu roh dan jasad, sehingga ia dapat melihat orang - orang yang telah mati dalam mimpinya. Ia melihat orang - orang yang telah mati itu mengunjunginya dalam mimpinya. Kemudian ia menganggap bahawa orang - orang yang mendatanginya dalam mimpinya itu sebagai manusia - manusia yang datang dari alam luar. 



Sebab, ia yakin bahawa orang mati tersebut telah dikubur dalam tanah dan barangkali jasadnya pun telah hancur, Dari situ ia meyakini adanya roh dalam  diri manusia. Ertinya manusia mempunyai jasad dan roh. Kemudian ia memberlakukan secara umum konsep tersebut pada semua benda, dengan meyakini adanya roh pada semua benda.

Demikian pula halnya ketika ia berhadapan dengan peristiwa - peristiwa yang berbeza. Ia mengatakan bahawa laut, angin dan matahari mempunyai roh. Setiap kali ia menghadapi berbagai bencana alama, ia pun mempersembahkan sesajian.

Dengan cara ini, Spencer mencuba menafsirkan ritual (ibadah) untuk menjelaskan awal kemunculannya. Spencer melihat pada akar - akar ritual dan bagaimana ritual tersebut dimulai dari penyembahan terhadap alam atau fenomena - fenomena alam, iaitu peribadatan yang termasuk  dalam kategori persembahan sesuatu, seperti dengan memberikan hadiah, korban, dan sesajian.

Berdasarkan teori ini, mereka mengatakan dengan semakin hilangnya kebodohan, atau kerana diketahuinya sebab - sebab yang ada di balik peristiwa - peristiwa sebagaimana dikatakan oleh Comte, atau dengan diketahui bahawa benda - benda tersebut tidak mempunyai roh, bahawasanya daratan, lautan dan hujan juga tidak mempunyai roh, dan keberadaan roh justeru diragukan, tidak ada lagi alasan untuk berbicara tentang Tuhan, Tidak juga ibadah. Sebab semua itu merupakan hal - hal yang bertentangan dengan kemajuan sains dan ilmu pengetahuan moden.


Ulasan

Catatan popular daripada blog ini

Sinopsis Tivi, Karya SN Shahnon Ahmad

  Oleh: Afaf Syukriyah Seperti mana yang telah dijanjikan, saya akan ceritakan serba sedikit sinopsis berkaitan buku ini. Benar, berdasarkan tajuk, memang buku ini berkisar tentang TV – televisyen. Tetapi penulis bijak, beliau lebih kerap mengistilahkan tv sebagai tetamu. Untuk membaca karya ini, pembaca mesti mengkhayalkan latar tempat dan zaman dalam novel ini. Cuba bayangkan suasana cerita adalah di kawasan kampung, kita ambil contoh di daerah Sik atau Yan, Kedah. Sebab kawasan ini lebih dekat dengan jiwa penulis sendiri. Kerana suasana kampung yang terlalu pekat, maka mereka seakan-akan tidak mengenali dunia luar yang sebenarnya, sehinggalah anak kepada pasangan Mat Isa dan Jeha iaitu Chah telah merantau ke bandar besar untuk bekerja di sana. Segala gambaran dunia bandar telah diimport oleh Chah untuk dibawa masuk kepada ahli keluarganya. Berbekal kekayaan hasil bekerja sebagai pekerja kilang skru, Chah telah melimpahkan kekayaan kepada ahli keluarganya dan kekayaan yang paling b

Tan Malaka & Tuhan

Adakah persoalan ini penting sebenarnya? Mempertanyakan sesuatu yang terlalu personal? Persoalan ini akan merambah kepada persoalan lain sebenarnya, yang hujungnya akan membawa kepada pertelingkahan yang berakhir dengan 'nak tanam di jirat mana?' Kerana jika kita mengatakan Tan Malaka seorang yang bertuhan, maka bertuhan yang mana pula? Adakah bertuhan gaya agnostik -yang berdiri antara ragu dan tidak- ? Atau bertuhan gaya deism -yang Tuhan mengoperasikan alam secara mekanikal- ? Atau bertuhan gaya pantheism -yang Tuhan mencair menjadi segala sesuatu- ? Atau bertuhan seperti mereka yang beragama dalam organized religion? Itu juga harus dipecahkan lagi. Organized religion yang mana? Organized religion ardhi (bumi), atau organized religion samawi (langit)? Organized religion ardhi, seperti Hindu, Buddha, atau organized religion samawi atau semitic religion - seperti Yahudi, Kristian dan Islam. Atau mudah ceritalah, Islam. Adakah Tan Malaka seorang yang beragama Islam (Muslim)?

Hayy bin Yaqdzon: Manusia dalam Asuhan Rusa

  Oleh: Amirrul Zaki Ada pertanyaan yang menarik dalam buku ini. Jika Tuhan tidak mengutuskan para Nabi bersamaan kitab suci al-Quran, adakah manusia tidak mengenal Tuhan dan agama? Karya Ibnu Thufail menjelaskan dalam bentuk sastera pertanyaan ini.  Sedikit fakta menarik tentang buku ini. Dalam banyak Ibnu Thufail menulis buku hanya karya Hayy Bin Yadzon dapat diselamatkan dari kebodohan hujung pemerintahan al-Muwahhidun yang mengharamkan ilmu falsafah. Nama penuh Ibnu Thufail adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Abd al-Malik Ibn Muhammad Ibn Tufayl al-Qaisi al-Andalusi . Beliau mahir dalam falsafah rasio Aristotle seperti tokoh muslim yang lain seperti Ibnu Sina, al-Kindi dan Ibnu Farabi. Beliau pakar ilmu perubatan sehingga menjadi Doktor peribadi pemerintah. Ibnu Sina juga menulis karya Hayy Bin Yaqdzon tetapi versi berbeza dari karya Ibnu Thufail. Terdapat banyak kekeliruan kerana nama tajuk sama tetapi berbeza penceritaan.  Ibnu Thufail menulis Hayy Bin Yadzon dalam bentuk sastera untuk