Karya epic ini, mencuba membawakan perbincangan dan dialog tentang pelbagai tema keislaman bersama para sarjana dari berbagai latar. Mulai dari Shaikh al - Azhar, mursyid Tariqat, intelektual Arab - Islam kontemporer, para Kristen pengkaji Islam, hingga para Orientalis dan Oksidentalis. Melalui buku ini, kita diajak untuk berbincang dan menerawang Islam dari pelbagai sudut pandang.
Buku ini mempunyai beberapa bagian. Bagian Satu, Pembaharuan (Tajdid): Menimbang Rasio dan Tradisi.
Bagian Dua, Wacana untuk Mencari Makna.
Bagian ketiga, Membuka ke Jalan Dialog Peradaban.
Dan Bagian Keempat,Tasawuf, Jalan Menemukan Makna Kehidupan.
Bagian Satu, dimulakan dengan sosok - sosok kontroversial seperti Mohammad Arkoun, Hassan Hanafi dan Gamal Al - Banna.
Bagian Kedua, lebih tentang permasalahan jihad, ekstrimisme agama, fundamentalisme Islam dan jawapan - jawapan terhadap kesalahfahaman tentang Islam,
Bagian Ketiga tentang Dialog Peradaban, Kritikan - kritikan terhadap thesis Fukuyama dan Huttington, Pembelaan Azhar terhadap bukan Islam / Orientalisme, serta pembelaan sarjana - sarjana non Muslim terhadap Islam.
Bagian Terakhir, dengan peleburan dalam sufisme / tasawuf.
Abaikan sahaja kata pengantar yang muluk - muluk menyebutkan bahawa, '..Islam selalu menjadi objek kajian yang selalu menarik bagi siapa - siapa sahaja baik bagi pemeluknya sendiri mahupun bagi selain pemeluknya...,' dengan membaca terus judul tulisan Arkoun dalam Koleksi Rencana / Wawancara serial Afkar ini, yang bertajuk, 'Tanpa Rasionaliti, Jangan Harap Umat Islam Akan Bangkit Dari Kubur Mereka'
Artikel / Wawancara dengan Arkoun ini dimulakan pendahuluan dari Sidang Afkar, dengan quote Descartes 'Cogito Ego Sum' atau dalam lafaz Arabnya, 'Ana Atafakkaru Idzan Ana Mawjud'. Menurut Afkar lagi, di dalam pendahuluan artikel itu, Muhammad Iqbal, pembaharu Islam kelahiran India itu, pernah menghentak dunia dengan pernyataannya; 'Hidup adalah kereta, dan berfikir adalah geraknya'.
Arkoun, intelektual Islam kontemporer, asal Algeria, yang kini menjadi pakar ilmu - ilmu keislaman di University of Sorbonne, Perancis. Meskipun beliau telah menjadi warga negeri menara Eiffel itu, namun sumbangan pemikiran terhadap tanah kelahirannya seolah tak pernah surut.
Menurut Arkoun, Ibn Khaldunlah pembaharu (mujaddid) terakhir sebelum masa stagnant. Dengan magnum opus-nya yang monumental, Muqaddimah (sebuah projek yang di dalamnya terdapat pisau analisa yang tajam tentang pembaharuan Islam), Ibn Khaldun menggagaskan gagasan - gagasan pembaharuan pemikirannya yang progressive lagi inovatif.
Sindir Arkoun terhadap kemunduran Arab, terhadap persoalan popular Amir Syakib Arslan, empunya thesis 'Limadza Taakhkhara al - Muslimun wa Taqaddam Gayruhum', bahawa secara geography, kita (bangsa Arab) berbatasan / bersebelahan dengan Eropah, tetapi secara sociology, terutama sekali dalam hal peradaban, kita tertinggal jauh di belakang.
Kata Arkoun, menempelak sikap kita yang sangat naive / jakun terhadap Barat, '..Sebenarnya kita harus banyak belajar dari sejarah dan anthropology yang telah berkembang pesat di Eropah..,'
Mengapa?
Jawab Arkoun, '..Agar kita mampu merubah struktur masyarakat kita, mulai dari akarnya..,'
Ulasan
Catat Ulasan